Rabu, 09 September 2009

Contact Webmaster: SASDS




© 2003 Program Pascasarjana IPB Posted 10 October 2003

Makalah Kelompok 8 – Materi Diskusi Kelas

Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pascasarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Oktober 2003





Dosen:

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (penanggung jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto



FENOMENA MAKANAN SIAP SAJI TERHADAP KESEHATAN KONSUMEN




Oleh:




Desriani

Novalina

Jalius

Hengky Sumisto Halim

Suryono

M. A. Firmansyah
Iis Arifiantini

BIO

BIO

PSL

PSL

GMK

TNH

BRP

G.361030101

G.361030041

P.062030041
P.062030091

A.561030061

A.261020031

B.661030011


Abstrak





Makanan siap saji yang cenderung banyak dikonsumsi akhir-akhir ini banyak menimbulkan pro dan kontra. Dari satu sisi untuk ibu rumah tangga yang juga bekerja di luar rumah, makanan siap saji memberikan keuntungan dan kemudahan dalam penyajian. Akan tetapi makanan siap saji yang dipasarkan saat ini menggunakan berbagai bahan aditif yang bertujuan untuk mengawetkan dan memberikan citarasa yang lebih baik pada produknya. Kekhawatiran yang muncul akibat adanya bahan aditif ini adalah adanya efek negatif dari bahan tersebut yang berdampak pada kesehatan konsumen. Selain dari bahan aditif, efek tersebut juga dapat berasal dari kemasan yang digunakan. Efek negatif yang dapat terjadi antara lain dihubungkan dengan penyakit degeneratif. Upaya pencegahan dampak negatif dapat dilakukan secara internal yaitu peranan ibu rumah tangga dalam penyajian pangan lebih mengutamakan makanan tradisional yang sehat, sedangkan upaya eksternal adalah meningkatkan kepedulian pemerintah, LSM, dan juga produsen terhadap bahaya zat aditif makanan siap saji.



Kata Kunci: makanan siap saji, zat aditif, kesehatan.




Pendahuluan



Kemajuan ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat diberbagai bidang, termasuk dalam bidang pangan, kemajuan teknologi ini membawa dampak positif maupun negatif. Dampak positif teknologi tersebut mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan, juga meningkatkan diversivikasi, hygiene, sanitasi, praktis dan lebih ekonomis. Dampak negatif kemajuan teknologi tersebut ternyata cukup besar bagi kesehatan konsumen dengan adanya penggunaan zat aditif yang berbahaya.

Pola kehidupan masa kini dicirikan dengan tingginya biaya hidup, emansipasi atau karena alasan lain menyebabkan wanita bekerja diluar rumah. Data statistik tahun 2002 menunjukkan bahwa wanita yang bekerja pada angkatan kerja berjumlah 33,06 juta atau 44,23% dari jumlah total usia wanita antara 15-60 tahun (BPS, 2002). Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji menjadi menu utama sehari-hari di rumah.

Ritme kehidupan yang menuntut segala sesuatu serba cepat, waktu terbatas, anak harus pergi sekolah sementara ibu dan bapak harus segera berangkat kerja, sebagai jalan pintas untuk sarapan disediakanlah makanan siap saji yang memakan waktu penyiapan 3 sampai 5 menit. Siang hari pulang sekolah ibu dan bapak masih bekerja dikantor, anak-anak kembali menikmati makanan siap saji ini. Selain mudah disajikan makanan ini umumnya mempunyai cita rasa yang gurih dan umumnya disukai, terutama oleh anak-anak usia sekolah.

Masalah lain yang jadi fenomena dimasyarakat adalah tersedianya berbagai jajanan yang dikemas dapat dipastikan "kaya" zat aditif. Tercatat 13 jenis snack mengandung bahan aditif dalam kandungan yang cukup tinggi (Republika, 2003). Pertanyaan yang muncul adalah sejauh manakah bahan-bahan aditif tersebut terkonsumsi dan terakumulasi dalam tubuh, bagaimana dampaknya bagi kesehatan? Dan bagaimana tindakan konsumen terutama ibu-ibu rumah tangga dalam memilih, mengolah makanan yang aman, higienis, cukup gizi dan menyehatkan anggota keluarganya?

Berdasarkan pertanyaan tersebut makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi lebih lanjut terhadap bahaya zat aditif dan kemasan pada makanan siap saji terhadap kesehatan konsumen.



Pengertian Makanan Siap Saji dan Kesehatan Konsumen



Makanan siap saji

Makanan siap saji yang dimaksud adalah jenis makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut. Makanan siap saji biasanya berupa lauk pauk dalam kemasan, mie instan, nugget, atau juga corn flakes sebagai makanan untuk sarapan.



Zat aditif makanan

Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan kesegaran produk tersebut.



Kemasan makanan

Kemasan makanan adalah wadah atau tempat makanan agar kualitas makanan tetap baik, meningkatkan penampilan produk, dan memudahkan transportasi.



Sehat

Sehat adalah berfungsinya organ tubuh secara fisiologis normal. Dalam konsumsi pangan konsumen tidak hanya menilai dari citarasa dan nilai gizinya tetapi juga mempertimbangkan pengaruh pangan terhadap kesehatan dan kebugaran tubuh, atau menurunkan efek negatif suatu penyakit, dan kalau memungkinkan menyembuhkan penyakit tersebut.



Jenis Zat Aditif dan Kemasan Makanan



Jenis zat aditif

Menurut Majeed (1996) zat aditif dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: 1) agen emulsi yaitu aditif yang berbahan lemak dan air contohnya lecitin 2) agen penstabil dan pemekat contohnya alginat dan gliserin, 3) agen penghalang kerak untuk mencegah penggumpalan, 4) agen peningkatan nutrisi contohnya berbagai vitamin, 5) agen pengawet contohnya garam nitrat dan nitrit, 6) agen antioksidan contohnya vitamin C dan E ; BHT (Butylated Hydroxy-Toluen) dan BHA (Butylated Hydroxy-Anisol), 7) agen pengembang untuk roti dan bolu, 8) agen penyedap rasa contoh monosodium glutamat (MSG), 9) bahan pewarna. Selain kesembilan zat aditif diatas Denfer (2001) juga menyatakan terdapat bahan lain yang ditambahkan dalam makanan diantaranya: 1) agen peluntur, 2) lemak hewani, 3) bahan pengasam, 4) bahan pemisah, 5) pati termodifikasi, 6) alkohol, dan 7) gelatin .

Disamping bahan-bahan yang telah disebutkan diatas yang menggunaan, ukuran dan aturannya sudah ditentukan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), yang patut kita waspadai adalah adanya pewarna maupun pengawet yang ditambahkan yang penggunaannya bukan untuk makanan seperti, borak dan formalin sebagai pengawet yang telah dilaporkan oleh Suriawiria (2003). Dimana disinyalir 86,2% mie basah yang terdapat dipasar dan swalayan mengandung formalin. Selain itu warna merah pada terasi 50% adalah menggunakan pewarna rhodamin B yang seharusnya digunakan untuk tekstil. Selain itu rhodamin juga biasa diberikan dalam sirop untuk menimbulkan warna merah.



Kemasan makanan siap saji

Sampai saat ini menurut Ketua Federasi Pengemasan Indonesia Hengky Darmawan di Indonesia sistem pengemasannya baru 10% yang sesuai aturan SNI. Pemilihan jenis kemasan harus memperhatikan food grade dan food safety (Kompas, 2003).

Beberapa faktor yang mempengaruhi produsen dalam memilih kemasan adalah tampil menarik, mampu melindungi produk yang dikemas, dan pertimbangan ekonomis. Bahan yang digunakan selama ini berupa plastik atau styrofoam (pembungkus mie instant dan nugget), PVC (polyvinyl clorida untuk pembungkus kembang gula), kaleng (makanan buah, susu, makanan lauk-pauk).



Dampak Makanan Siap Saji



Manfaat makanan siap saji

Makan siap saji yang beredar saat ini tercatat 500 – 600 jenis (Media Indonesia, 2003). Jenis tersebut terdiri dari minuman dan makanan yang diproduksi dalam skala kecil dan besar. Ketersediaan makanan siap saji ini akan memberikan kemudahan pemilihan jenis makanan, keragaman makanan, kualitas makanan dan praktis.



Bahaya makanan siap saji

World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu : 1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh, 2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, 3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.

Dampak negatif zat aditif terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Tabel 1).



Tabel 1. Dampak negatif zat aditif berlebihan



Zat Aditif


Dampak terhadap kesehatan


Sumber

Sulfit


· Menyebabkan sesak napas, gatal-gatal dan bengkak.


Intisari (2001)

Zat Warna


· Menimbulkan alergi

· Menimbulkan kanker hati

· Menyebabkan hypertrophy, hyperplasia, carcinomas kelenjar tiroid.


Arbor (1997)

Hartulistiono (1997)

Shils et al (1994)

MSG


· Kerusakan otak

· Kelainan hati, trauma, hipertensi, stress, demam tinggi, mempercepat proses penuaan, alergi kulit, mual, muntah, migren, asma, ketidakmampuan belajar, dan depresi.


Blaylock (1999)

Republika (2003).

BHT & BHA


· Menyebabkan kelainan kromosom pada orang yang alergi terhadap aspirin.


Intisari (2001)

Pemanis


· Menyebabkan kanker kantong kemih (saccarin).

· Gangguan saraf dan tumor otak (aspartan).

· Mutagenik.


Hartulistiono (1997)



Hartulistiono (1997)



Hartulistiono (1997)



Disamping bahaya dari zat aditif makanan siap saji diatas, bahaya lain yang dihadapi oleh konsumen/pengguna makanan siap saji adalah efek samping bahan pengemas. Unsur-unsur bahan pengemas yang berbahaya bagi kesehatan konsumen karena terdapatnya zat plastik berbahaya seperti PVC yang dapat menghambat produksi hormon testosteron (Atterwill dan Flack, 1992) kemasan kaleng disinyalir mengandung timbal (Pb) dan VCM (Vinyl Chlorid Monomer) yang bersifat karsinogenik yaitu memacu sel kanker (Media Indonesia, 2003), dan styrofoam bersifat mutagenik (mengubah gen) dan karsinogenik (Kompas, 2003).





Upaya Meminimalisasi Dampak Negatif

Untuk mengurangi dan meminimalisasi dampak negatif zat aditif makanan dapat di upayakan dengan beberapa cara antara lain :

1. Secara Internal :

Mengurangi konsumsi makanan siap saji, meningkatkan konsumsi sayur dan buah-buahan serta mengkonsumsi vitamin. Beberapa vitamin diduga mengandung zat antikarsinogen diantaranya adalah Vitamin A, C, E banyak terdapat dalam sayur dan buah; asam folat terdapat dalam brokoli, bayam dan asparagus: Betakaroten, Vitamin B3 (niasin), vitamin D dalam bentuk aktif (1.25-hidroksi) terdapat pada mentega, susu, kuning telur, hati, beras dan ikan.

Memberi pengertian pada keluarga tentang bahaya zat aditif, mengawasi, mengontrol pemberian dan penggunaan uang jajan dan membiasakan membawa bekal makanan sehat dari rumah

2. Secara eksternal :

Produsen; diperlukan kesadaran dan tanggung jawab produsen terhadap penggunaan zat aditif pada bahan pangan yang diproduksikan, memberikan informasi yang jelas komposisi makanan termasuk zat aditif yang ditambahkan

Pemerintah; melakukan pengawasan dan menindak tegas produsen yang melanggar aturan yang berlaku. Meneruskan kegiatan PMT-AS (Program Makanan Tambahan-Anak Sekolah) dengan memanfaatkan sumber makanan lokal.

Non-pemerintah (LSM); memfasilitasi terbentuknya kelompok konsumen, mendorong peran serta masyarakat sebagai pengawas kebijakan publik, mengantisipasi kebijakan global yang berdampak pada konsumen, melakukan pengawasan dan bertindak sebagai pembela konsumen.







Kesimpulan

1. Perlu adanya kesadaran, tekad dan disiplin yang kuat baik dari individu itu sendiri dengan selalu mengkonsumsi makanan sehat.

2. Peranan keluarga, terutama ibu yang selalu menyediakan makanan sehat atau makanan tradisional.

3. Peranan produsen untuk selalu jujur dan bertanggungjawab atas produknya dan mengutamakan keselamatan masyarakat.

4. Peranan pemerintah untuk terus mengawasi dan mengontrol para produsen melalui lembaga-lembaga terkait.



Daftar Pustaka

Arbor, A. 1997. Food additive can cause severe allergic reactions. www.doctorguide.com/. Dikunjungi 18 September 2003.



Atterwill, C.K., and J.D. Flack. 1992. Endocrine toxicology. Cambridge University Press.



Blaylock, R. L. 1999. Food additive excitotoxins and degradative brain disorders. Medical Sentinel. 4(6):212-21



BPS, 2002. Statistik Indonesia



Denfer, A.V. 2001. Bahan makanan tambahan (food additive). Disadur oleh Mira, S. http://members.tripod.com/pagihp/artikel15.htm.



Hartulistiono, 1997. Memperbaiki pola makan mencegah kanker. Intisari edisi Januari



Intisari. 2001. Makanan dan minuman kemasan, amankah?. www.indomedia.com/intisari/. Dikunjungi pada 18 September 2003.



Kompas. 2003. Konsultasi: lajang & bahaya kemasan Styrofoam. http://www.kompas.com/. Dikunjungi pada 3 Oktober 2003.



Majeed, A. 1996. Aditif makanan dan ubat-ubatan.



Media Indonesia. 2003. Kemasan makanan. http ://www.media.online.com/

dikunjungi pada 3 Oktober 2003.



Republika. 2003. Pirac: 13 jenis snack mengandung MSG yang bisa ancam kesehatan anak.



Shills, M.E., J.A. Olson, and M. Shike. 1994. Modern nutrition in health and disease. Eight Ed. Vol. 2. Lea Febiger, Philadelphia.



Suriawiria, U. 2003. Sudah sangat mengkhawatirkan: pengawet mayat untuk pengawet makanan. Pikiran Rakyat. 20 Maret 2003.









Makan Sehat Sambil "Berevolusi"

Jakarta, Kompas


Kirim Teman | Print Artikel
Pangan organik adalah: pangan yang diproduksi tanpa pupuk kimia atau artifisial dan atau pestisida sintetis, tetapi menggunakan pupuk organik seperti menur dari kotoran dan feses ternak, yang dikenal sebagai pupuk kandang serta kompos

MENGONSUMSI makanan sehat atau makanan berbasis material-material organik kini menjadi pilihan sejumlah orang.

Arus yang mendasari mulai merebaknya pengonsumsian makanan organik ini bukan hanya atas nama kepentingan hidup sehat. Di balik itu, sebetulnya juga berkecamuk semacam "perlawanan" terhadap semua gejala industrialisasi modern yang bersifat masif. Wong makan saja kok "perlawanan"? Lhah, ini kan memang zaman narasi dan kontranarasi....

Bertemu dengan kalangan produsen ataupun konsumen pangan organik, Anda akan mendapat bukan hanya penjelasan teknis apa itu pangan organik, tetapi juga berbagai konsep dari hidup sehat, harmoni lingkungan, kearifan alam, sampai ke spiritualisme. Selain itu juga ihwal "gaya hidup organik" ini sendiri, yang seperti merupakan arus balik dari proses modernisasi pertanian, yang dulu pernah dikenal manifestasinya antara lain lewat Revolusi Hijau.

Intensifikasi pertanian dalam "revolusi" itu yang didukung oleh perusahaan-perusahaan transnasional yang menguasai perdagangan benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain telah mengebiri kemandirian petani. Selain itu, penggunaan bahan-bahan kimia dalam teknologi pertanian itu, dalam jangka panjang ternyata juga dianggap memerosotkan mutu lingkungan dan kehidupan secara menyeluruh.

Mengikuti arah pendulum jam yang selalu bergerak dari satu ekstrem ke ekstrem lain, gaya hidup organik mengandung beberapa muatan sekaligus, dari gaya hidup sehat sampai ke gerakan harmonisasi lingkungan, lewat semacam semboyan "back to nature" alias kembali ke alam itu.

SEBELUMNYA, perlu diterangkan apa itu sebenarnya pangan organik. Menurut ahli teknologi pangan Prof Dr FG Winarno dalam bukunya, Pengantar Pertanian Organik (M-Brio Press, 2004), yang disebut pertanian dan pangan organik adalah "...pangan yang diproduksi tanpa pupuk kimia atau artifisial dan atau pestisida sintetis, tetapi menggunakan pupuk organik seperti menur dari kotoran dan feses ternak, yang dikenal sebagai pupuk kandang serta kompos yang terbuat dari limbah hasil panen pertanian yang telah mengalami fermentasi spontan. Sedangkan yang dimaksud dengan pestisida alami, misalnya predator spesies binatang."

Menurut Winarno, definisi pangan organik lainnya dapat melebar dan meluas. Contohnya, The International Federation of Organic Agriculture Movement (IFOAM) mengajukan batasan yang mencakup lebih luas dari sekadar aspek biofisik, yaitu yang meliputi beberapa aspek seperti perikebinatangan (animal welfare), biodiversitas, dan keadilan sosial.

Selanjutnya, pertanian organik adalah suatu sistem manajemen berproduksi secara ekologi yang mempromosikan dan meningkatkan biodiversitas, siklus biologis, dan keaktifan biologi tanah. Sistem tersebut dilaksanakan berdasarkan asupan bahan dari luar ladang pertanian seminimal mungkin dan dalam praktik manajemennya mampu mengembalikan atau mempertahankan dan meningkatkan terjadinya harmoni ekologi.

Nah, bagaimana pengertian- pengertian itu mewujud dalam sistem produksi pertanian organik sehari-hari, sekaligus dikenal masyarakat sebagai bagian dari gaya hidup sehat?

DI ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut, di pegunungan Tilu, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Dion Moeliono (43) memulai usahanya bertani sayuran di tanah keluarganya seluas tujuh hektar pada tahun 1990, selepas ia menyelesaikan kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah. Sepuluh tahun bertani anorganik atau menggunakan pupuk dan pestisida sintetis, Dion merasa mengalami kemunduran. "Bertani secara anorganik merupakan proses pemiskinan secara pelan-pelan," katanya.

Itulah sebabnya, mulai tahun 2000 dia beralih ke pertanian organik. Ia akui, belum banyak orang bertani sayuran organik. Pasarnya pun masih khusus. Kebanyakan pembelinya adalah orang-orang asing yang tinggal di Indonesia atau kalangan menengah atas yang sudah memiliki pengetahuan tentang makanan sehat. Hanya saja, yang menyenangkan, menurut Dion, harga sayuran organik tidak disetir oleh pasar. Dengan kata lain, ada hubungan yang cukup langsung antara produsen dan konsumen.

Baru pada tahun 2002, Dion dan keluarga membuat perusahaan bernama Bukit Organik. Sejak itu, selain menjual produknya ke perorangan di Jakarta dan Bandung, mereka juga memasarkan produknya lewat beberapa supermarket.

Banting setir dari pertanian anorganik ke organik juga dilakukan oleh pasangan Kusnadi Umar Said (62) dan Herningsih Prihastuti (55). Kusnadi adalah pensiunan penerbang di Angkatan Udara. Sejak pensiun itu, pasangan ini merasa kesepian karena dua anaknya sudah menikah dan meninggalkan rumah.

"Kami lalu ingin punya kegiatan yang membuat kami senang dan selalu bersama. Lalu, dipilihlah bertani ini karena hobi saya tanaman. Tahun 2001 saya membeli lahan 2.000 meter persegi di kawasan Puncak (Jawa Barat)," cerita Kusnadi.

Pada awalnya mereka mengaku bertani secara "konvensional", di mana pestisida digunakan secara bertubi-tubi. Sampai suatu ketika salah seorang pekerja di pertaniannya melapor telah terjadi kematian pada ayam-ayam di sekitar pertanian mereka. Menurut pekerja itu, kematian ayam-ayam tadi disebabkan oleh akumulasi paparan pestisida yang terbawa angin dari pertanian mereka.

Kata Herningsih, "Saya tersadar, cara bertani seperti ini kurang benar, bisa merugikan yang lain. Ayam saja mati karena akumulasi. Manusia mungkin tinggal tunggu waktunya. Sebab, pestisida kan racun hama, tetapi terus menempel pada sayur yang lalu kita makan."

Dari situ mereka banting setir ke pertanian organik. Mereka "berguru" pada pihak di Puncak, yang selama ini dikenal dengan "kepeloporannya" pada pertanian organik, yakni Pusat Pengembangan Organis Pater Agatho. "Kami harus menyehatkan kembali tanah yang sudah terkontaminasi pupuk kimia dan pestisida. Tanah diberi pupuk hijau dan pupuk kandang," kata Herningsih. "Kami berkomitmen bertani organis ini karena filosofinya arif sekali. Kami tidak sekadar belajar teknisnya, tetapi menyadari bagaimana menghargai alam dan makhluk-makhluk hidup ciptaan Tuhan."

MEMANG, membicarakan pertanian organik ini tidak akan bisa melepaskan peranan Pater Agatho Elsener. Dia adalah biarawan Swiss yang mewarisi perusahaan pisau terkenal dari Swiss, Victorinox. Dialah yang mengembangkan pertanian organik di kawasan Tugu, Puncak, sejak tahun 1983- saat kegiatan seperti ini masih kurang populer, bahkan masa itu masih dikuasai arogansi sistem pertanian "modern" dengan intensifikasi penggunaan bahan-bahan sintetis.

Katanya, Agatho tergerak membuka pertanian ini setelah membaca buku The One-Straw Revolution karangan Masanobu Fukuoka-penggerak pertanian organik di Jepang. Fukuoka mengatakan, dalam pertanian yang utama bukan teknik, melainkan sikap. Sikap itu adalah sikap yang menghargai alam dan seisinya, yang kemudian mengejawantah dalam cara bercocok tanam.

"Mahatma Gandhi pernah bilang, alam ini akan selalu mampu mencukupi kebutuhan makan bagi penghuninya, tetapi tidak mampu untuk mencukupi satu saja manusia yang rakus," kata YP Sudaryanto, Wakil Direktur Pusat Pengembangan Organis Yayasan Bina Sarana Bhakti milik Pater Agatho. Lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada ini sudah 20 tahun "mengabdikan" hidupnya untuk mengembangkan pertanian organik bersama Pater Agatho.

Sudaryanto sebenarnya cenderung untuk menyebut pertanian organis-bukan organik. Katanya, organis lebih mengacu pada kata sifat ketimbang kata benda.

Pertanian organik-atau organis seperti diistilahkan Sudaryanto-kenyataannya tidak bisa dilepaskan dari semacam "perlawanan" terhadap pertanian "modern". Tejo W Jatmiko, Direktur Konphalindo (Konsorsium Nasional untuk Perlindungan Hutan dan Alam Indonesia)-organisasi nonpemerintah yang aktif mengampanyekan pertanian organik- mengatakan, sejatinya proses pertanian adalah memang yang disebut dengan istilah pertanian organik sekarang. "Yang sejati itu malah sekarang kita beri istilah, sementara pertanian yang modern kita sebut pertanian konvensional," ucap Tejo.

Dia menceritakan, bagaimana dulu ketika pertanian ala Revolusi Hijau diberlakukan di Indonesia, sampai terjadi sosialisasi program pertanian dengan pendekatan represif. Banyak petani yang memang tergiur dengan harga benih, pupuk, dan pestisida yang ketika itu murah, namun ada sejumlah petani yang tetap menolak pertanian modern, misalnya karena keyakinan adat dan lain-lain. Kata Tejo, "Program pemerintah saat itu kerap disosialisasikan dengan cara-cara represif. Militer, seperti Komando Rayon Militer (Koramil), bahkan sampai mencabuti tanaman petani- petani yang bertani tradisional, menolak cara modern. Ini pengakuan yang akhirnya terlontar dari beberapa petani yang telah kami jumpai." Mengenang pengalaman itu, masyarakat sebaiknya memang selalu harus berwaspada terhadap rezim militer, sebagaimana orang berwaspada terhadap komunis.

KINI, tanda-tanda gaya hidup organik mulai kelihatan dalam pola konsumsi masyarakat. Di tempat perbelanjaan seperti Carrefour, seperti dikatakan Public and Customer Relations Manager Dekariyono Wiranto, "Kami lihat naiknya tren di konsumen untuk hidup kembali ke alam yang sehat." Dia akui, angkanya memang masih kecil, sekitar enam persen dari total tempat yang digunakan untuk menjual sayuran. Ini berbeda dibandingkan dengan di luar negeri, yang komposisi sayur organik dan makanan-makanan diet bisa mencapai 50 persen dari total tempat.

Gaya hidup organik ini memang tampaknya masih menjadi "gejala elite". Pangan organik mulai dari sayur-mayur, daging ayam, telur, sampai susu kambing ini di Jakarta juga bisa didapat di toko swalayan yang tergolong elite, yakni Ranch Market. Jaringan toko swalayan inilah yang boleh dibilang sebagai toko swalayan di Jakarta yang menjual produk pangan organik.

Selain itu, juga mulai terdapat restoran untuk masakan organik, seperti Restoran Healthy Choice di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, milik Riani Susanto, seorang spesialis detoksifikasi. "Saya yakin tidak lama lagi pangan organik ini akan semakin menjadi tren," kata Riani.

Dalam kecenderungan segala sesuatu menjadi tren dari suatu gaya hidup, beberapa pihak mulai mengusulkan perlunya standardisasi dari pangan organik ini. Sebab, tanpa standardisasi ataupun labelisasi akan terjadi seperti dikonstatasi FG Winarno, "organik-organikan". "Banyak sekali yang memakai label-label organik, tetapi masih organik-organikan...," kata Winarno.

Kalau itu yang terjadi, maka "revolusi" untuk melawan industri besar yang hobi mengomodifikasi segala kecenderungan dan gaya hidup masyarakat juga akan terjatuh menjadi "revolusi-revolusian". (Y09/PUN/EDN/SF/BRE)


Makanan Sehat PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Administrator

Idealnya seluruh kebutuhan gizi kita daat dipenuhi oleh makanan yang tersedia. Namun demikian untuk mendapatkan makanan yang bergizi, memerlukan pengetahuan tentang bahan makanan yang baik, disamping itu kalau di perkotaan diperlukan uang untuk membelinya. Walaupun pengetahuan cukup baik, tetapi uang tidak ada untuk membelinya, maka tentu saja pemenuhan kecukupan gizi tidak terpenuhi.



sayur.jpg
Sebenarnya setiap bahan makanan mengandung zat gizi. Hanya saja ada bahan makanan yang merupakan sumber utama zat gizi tertentu, tetapi kadar zat gizi lainnya rendah. Oleh karena itu agar kebutuhan gizi kita terpenuhi, maka disarankan agar makan makanan yang beraneka ragam dan seimbang. Jadi idealnya pemenuhan kebutuhan gizi seyogyanya melalui makanan yang kita makan. Namun, tidak semua bahan makanan mengandung zat gizi yang kita butuhkan. Ada zat-zat gizi yang tidak terdapat dalam bahan makanan tertentu, sehingga perlu ditambahkan dari luar. Penambahan zat gizi tertentu kedalam bahan makanan tertentu inilah yang disebut dengan fortifikasi.
Terakhir Diperbaharui ( Senin, 19 November 2007 )

Mengapa Fortifikasi PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Administrator
roti.jpgMasalah kurang gizi baik makro maupun mikro adalah dampatk interaksi dari bermacam-macam faktir yang melikputi faktor makanan (pertanian), kemiskinan (ekonomi), ketidaktahuan (pendidikan), adat kebiasaan antara lain peran wanita (budaya) dan penyakit (kesehatan). Oleh karena itu persepsi tentang bagaimana menanggulangi masalah gizi juga dapat berbeda-beda tergantung dari sudut mana melihatnya, ada yang beranggapan masalah gizi adalah masalah kesehatan, pihak lain menganggap itu masalah pertanian, pihak lain lagi (mungkin terbanyak) menganggap sebagai masalah kemiskinan.
Terakhir Diperbaharui ( Sabtu, 17 November 2007 )


Gizi berimbang untuk penampilan tetap menarik
Gizi seimbang merupakan pedoman dalam mengkonsumsi makanan yang sehat, aman untuk mempertahankan gizi yang optimal (Depkes, 1996). Dalam keadaan sehat maupun sakit perlu pengetahuan mengenai gizi untuk mempertahankan gizi sebaik-baiknya ataupun untuk menunjang penyembuhan dan mengurangi kekambuhan penyakit.
Psoriasis merupakan penyakit kulit dengan proses pergantian kulit yang terlalu cepat yang kronik dan residif, dengan gambaran klinik yang bervariasi. Diagnosis klinis biasanya mudah ditegakkan dengan gambaran lesi kulit yang jelas dan diklasifikasikan sebagai eritroskuamosa yang menandakan keterlibatan pembuluh darah dan epidermis.
Meskippun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih mengingat perjalanannya menahun dan residif (Djuanda, 1987). Penyebabnya tidak diketahui. Insiden pada kulit putih lebih tinggi daripada kulit berwarna. Faktor herediter meliputi 1/3 penderita. Dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin, terbanyak pada usia 20-35 tahun. Beberapa factor sekunder yang memperberat penyakit ini adalah trauma, penyakit radang, iklim dan psikosomatik. Menjalani pola hidup sehat dan pola piker yang positif dapat meringankan gejala. Gizi merupakan salah satu terapi suportif yang dipikirkan dapat membantu dalam menangani penyakit ini.

Gizi seimbang :

Makanan merupakan kebutuhan primer yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Dalam ilmu Gizi, fungsi makanan dikemukakan sebagai berikut (Sediaoetama, 1985) :
1. memenuhi kepuasan jiwa
a. memberi rasa kenyang
b. memenuhi kebutuhan naluri kepuasan jiwa
c. memenuhi kebutuhan social budaya

2. Memenuhi fungsi fisiologis :
a. Memberikan tenaga (enersi)
b. Mendukung pembentukkan sel-sel baru untuk pertumbuhan badan (growth)
c. Mendukung pembentukan sel-sel atau menggantikan bagian-bagian sel yang rusak atau aus terpakai (maintenance)
d. Mengatur metabolisme zat-zat gizi dan keseimbangan cairan serta asam basa (regulatory mechanism)
e. Berfungsi dalam pertahanan tubuh

Masukan makanan dilakukan dengan proses makan, proses makan tersebut akan memberikan rasa puas atau rasa tidak puas. Makanan yang lezat, sesuai dengan budaya/kebiasaan dan mengenyangkan serta suasana yang mendukung akan memberikan kepuasan. Makanan tersebut diharapkan dapat memenuhi ke 5 fungsi fisiologis agar dapat memberikan manfaat yang sebaik-baiknya bagi tubuh. Pengertian makanan yang sehat perlu diresapi agar dalam memenuhi kepuasan jiwa kita tetap mengerti rambu-rambu, karena salah dalam mengkonsumsi makanan justru menyebabkan masalah bagi tubuh kita.
Diet yang sesuai (appropriate) adalah yang adekuat dan seimbang. Dalam membicarakan masalah gizi seimbang selalu terkait istilah kuantitas dan kualitas. Kuantitas adalah seberapa banyak mengkonsumsi makanan atau berapa kalori yang diberikan, sedangkan kualitas merupkan kelengkapan zat gizi yang ada di dalamnya (protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral) yang ada dalam makanan tersebut (Mahan dan Arlin, 1992)

Kuantitas
Adalah sesuai dengan kebutuhan yang mengacu pada umur, jenis kelamin, keadaan hamil/tidak dan kegiatan (dapat dilihat dari daftar kecukupan gizi = RDA). Sedangkan komposisinya adalah 50-60% hidrat arang, 15-20% protein, dan 20-25 % lemak. Kebutuhan kalori untuk wanita 20-39 tahun bekerja sedang adalah 2000 kalori, 55 gram protein (Sediaoetama, 1985), lihat lampiran.

Kualitas
Mengacu kepada slogan lama 4 sehat 5 sempurna : dengan mengkonsumsi nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah dan dilengkapi susu, akan mengandung zat gizi lengkap yang dibutuhkan oleh tubuh kita.

13 Pesan Dasar Gizi Seimbang

Merupakan pedoman yang disusun didalam Widyakarya Pangan dan Gizi serta dijadikan pedoman oleh Departemen Kesehatan dalam penyuluhan Gizi untuk menghadapi masalah gizi kurang dan gizi lebih (kegemukan)
Pesan tersebut adalah :
01. Makanlah aneka ragam makanan
02. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
03. Makanlah sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi (50 %)
04. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai ¼ dari kebutuhan energi (25 %)
05. Gunakan garam beryodium
06. Makanlah makanan sumber zat besi
07. Berikan ASI saja kepada bayi sampai berumur 4 bulan
08. Biasakan makan pagi
09. Minumlah air bersih dan cukup jumlahnya
10. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur
11. Hindari minuman beralkohol
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
13. Bacalah label makanana yang dikemas

13 Pesan Dasar tersebut diharapkan mampu mempengaruhi setiap orang Indonesia untuk selalu mengkonsumsi hidangan tradisional yang sehat, seimbang dan aman untuk mempertahankan gizi yang optimal.
Gizi dan psoriasis

Penyakit ini tidak membahayakan jiwa, tetapi dapat mengganggu kualitas hidup. Kehidupan pribadi, social dan perkerjaan dapat dipengaruhi oleh penyakit jika lesi psoriasis mengenai tempat tertentu (misalnya muka, telapak tangan/kaki atau genitalia). Komplikasi sepserti psoriatic eritroderma atau psoriasis pustulosa generalisata dapat membahayakan jiwa penderita (Dr. Benny Wiryadi, 2003).
Beberapa keadaan lingkungan atau factor tertentu dapat memperburuk atau mencetuskan psoriasis atanra lain : stresk cuaca dingin, dan kelembaban rendah, obat, infeksi, vaksinasi, kontak iritan, hipokalsemia, alcohol dan merokok
Dalam mneilai keparahan penyakit, Health-related quality of life ditekankan penialainnya melalu pekerjaan, hubungan dengan keluarga, kehidupan social dan seksual, rekreasi, kesehatan fisik, masalah keuangan dan emosional yang sehat dan kesenangan (Dr. Cut Jacoeb, 2003)
Dalam hal ini kesehatan fisik merupakan salah satu hal penting utuk mencegah kekambuhan, dengan gizi yang baik diharapkan mendapatkan kekebalan untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan perburukan penyakit.
Hubungan nutrisi dan psoriasis banyak menimbulkan berbagai spekulasi. Banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui efek pemberian nutrient pada pengobatan psoriasis dan pengaruh psoriasis pada status nutrisi. Dan makin banyak bukti bahwa pemberian nutrient (zat gizi) tertentu mungkin dapat memberiakn efek terapeutik dan realtif lebih aman (Racket, 1993 dalam Harefa, 2001).

Kalori/Energi
Tidak ada hubungan langsung antara asupan kalori dengan psoriasis. Tetapi dengan asupan kalori yang tepat memberikan energi yang sesuai dengan kebutuhan akan mencegah obesitas, atau bila sudah terjadi overweight atau obesitas perlu diberikan diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan agar penampilan lebih menarik. Pada diet ini diusahakan agar tidak terjadi defisiensi zat-zat gizi tertentu agar kesehatan kulit tetap terjaga. Dengan diet 1500 kalori protein 60 gram ini masih didapatkan asupan zat gizi yang cukup untuk kesehatan tubuh (lihat lampiran)

Lemak
Sesuai dengan saran diet yang sehat adalah 13 pesan dasar gizi seimbang, konsumsi lemak adalah 25 % kalori. Dengan asupan lemak yang demikian (41 gram lemak) sebagai gambaran apabila dalam 1 hari kita makan makanan yang digoreng dari minyak yang dipergunakan sudah masuk 30 gram lemak, jadi untuk mendapatkan diet yang sehat adalah jangan menambah konsumsi lemak berlebihan terutama lemak jenuh (lemak daging sapi/kambing dll, mentega/butter).
Berdasarkan pengamatan epidemiologik di mana insidens psoriasis di Eskimo dan Jepang diduga karena konsumsi ikan yang tinggi dan banyak mengandung asam lemak tak jenuh ganda omega 3. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian asam lemak omega 3 mengurangi rasa gatal, eritema dan "scaling" pada penderita psoriasis (Brittner, dkk, 1988, dan Soyland, 1993).
Ditemukan kadar asam arakidonat derivate dari asam linoleat (omega 6) yang meningkat pada plak-plak psoriatic, demikian juga hasil derivate asam tersebut yaitu 12 hydroxytetraetanoic acid dan leukotriene B4, zat-zat ini merupakan zat proinflammatory yang dapat merangsang sinstesis DNA yang pada kultur jaringan keratosit manusia. Dengan memberikan asam linolenat (omega 3) dapat menghambat pembentukan asam arakidonat dengan cara inhibisi kompetitif (lihat skema) disamping itu ternyata leukotrin dan prostaglandin yang dibentuk dari asam linolenat-asam eikosapentanota (EPA) secara biologis kurang aktif dibanding yang dibentuk dari asam linoleat-asam arakidonat (Brittner, dkk 1988, dan Mayser, dkk 1998).

Protein
Merupakan zat gizi yang sangat penting, dalam diet mencakup 15-20 % dari asupan kalori, kecukupan protein sangat diperlukan untuk memenuhi fungsi protein sebagai pembentuk jaringan baru menggantikan jaringan yang rusak dan membentuk kekebalan tubuh. Dengan ini tubuh terhindar dari penyakit radang, yang dapat memicu kekambuhan penyakit ini.

Vitamin dan mineral
Zat pengatur dan antioksidan
Zat-zat gizi ini terutama diperoleh dari sayuran buah-buahan, walaupun juga terdapat pada bahan makanan yang lain. Vitamin merupakan zat yang esensial bagi tubuh yang mengatur reaksi –reaksi biokimiawi dalam tubuh serta sebagai antioksidan terutama vitamin A, vitamin C dan vitamin E serta beberapa mineral utama Seng (zn) dan selenium (se).

Defisiensi
Beberapa peneliti menemukan kemungkinan adanya defisisensi zat gizi tertentu pada penyakit psoriasis, sehingga mungkin suplementasi zat-zat gizi tersebut daapt bermanfaat, (Psoriasis, )
Asam folat (Fry L, dkk, 1971)
Vitamin A (Haddox dkk, 1979)
Vitamin B12 (Carslaw RW dan Neill J, 1963; Sneddon JB, 1963; Cohen el, 1963)
Nikel (Donadini dkk, 1980)
Selenium (White A dkk 1983)
Seng (Donadini, dkk 1980)
Lesitin (Gross P dkk, 1950)
Mukopolisakarida (Pruden JF dan Balassa LL, 1974)
Omega 3 (Valquist C, dkk 1985; Ziboh VA, 1986, Brittner Sb dkk, 1988, Soyland R, 1993)

Efek anti peradangan
Seperti diketahui bahwa penyakit ini dianggap penyakit autoimun dnegan sel T memegang peran penting, dimana sel T teraktivasi berinteraksi dengan sel epidermis (terutama keratinosit) mengakibatkan diferensiasi keratinosit yang abnormal (Wiryadi, 2003). Sel T yang teraktivasi mensekresi berbagai jenis sitokin yang mampu merangsang berbagai sel didekatnya, yang kemudian akan mensekresi sitokin tambahan, menghasilkan umpan balik yang mempertahankan peradangan menahun. Sitokin tersebut dihubungkan secara khusus dnegan respon sel T terhadap jejas jaringan pada autoimun (Endardjo, 2003)
Pemberian vitamin D3 ternyata bermanfaat pada penderita psoriasis, karena menghambat pembentukkan sitokin (Interleukin 2 dan IL6) oleh limfosit, sehingga mengurangi proliferasi dan diferensiasi keratinosit. Selain itu ternyata retinoid (vitamin A) dapat mengurangi proses hiperproliferatif melalui pengaturan transkripsi gene dan juga sebagai zat anti inflamasi (Christoper dan Mrowietz, 1999)Your Name: DSSA
Your Email Address: DSS
Subject: SASDS
Message: .......
--
Visitor Ip: 202.162.215.26

Tidak ada komentar: